Seberapa efektif Work From Home?


Photo by Dayne Topkin on Unsplash
Photo by Dayne Topkin on Unsplash

Sejak wabah COVID-19, banyak orang yang bekerja dari rumah, working from home atau disingkat WFH. Bagi sebagian orang yang bekerja di dunia IT (saya salah satunya), WFH sudah menjadi hal yang lumrah. Namun, apakah WFH efektif?

Sebelumnya, saya akan bercerita mengenai bagaimana saya dan tim bekerja selama ini sebelum WFH. Saya bekerja di sebuah perusahaan asal Australia, Geekseat. Kami menggunakan metode Agile dengan kerangka kerja, Scrum. Satu periode sprint setara dengan dua minggu pengembangan fitur. Di akhir sprint, ada tahapan bernama  Scrum Retrospective, yang berupa evaluasi mengenai sprint yang telah berjalan dan rencana yang dilakukan untuk peningkatan di sprint berikutnya, biasanya terdapat 3 hal yang bisa disampaikan: apa yang baik, apa yang perlu ditingkatkan, dan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan cara kerja Scrum Team. Sekitar 3 minggu lalu, tim kami melakuan sprint retrospective dan saya ungkapkan bahwa selama WFH ini efisiensi kerja meningkat, pastinya karena kita tidak perlu mobilisasi dari kantor ke rumah. Tapi PM saya, bertanya apakah lebih efektif? Saya pikir sejauh ini efektivitasnya sama saja, sama baiknya. Berawal dari pertanyaan tersebut, saya coba mencari cara/pendekatan yang mungkin untuk mengukur efektivitas tersebut.

Akhirnya terpikir oleh saya, data yang mungkin diambil untuk membandingkan produktivitas sebelum dan setelah WFH adalah commit files di repository AzureDevOps dan aktivitas scrum board di AzureDevOps. Saya coba ambil data dari tanggal 10 Februari 2020 – 13 Maret 2020 (sebelum WFH) dan 16 Maret 2020 – 23 April 2020 (setelah WFH).

Produktivitas berdasarkan jumlah commit files (dev team)

Kenapa? karena unit terkecil yang bisa dinilai secara objektif dari seorang developer adalah kode. Terlepas dari seberapa banyak baris kodenya. Saya ambil jumlah commit dan total perubahan pada file yang dilakukan oleh developer. Perubahan pada file tersebut mencakup penambahan file, modifikasi, perubahan nama file, ataupun penghapusan file. Berikut visualisasi perbandingan data commit sebelum dan setelah WFH. Secara kuantitas, jumlah commit tidak berbeda jauh, pun dengan perubahan file yang dilakukan developer tidak begitu signifikan perbedaanya. Apakah bisa dikatakan lebih efektif? Hmm.

Produktivitas berdasarkan commit files

Produktivitas berdasarkan aktivitas di scrum board (product team)

Kenapa? karena disinilah product team melakukan pekerjaannya. Membuat product backlog items, task, bugs, dan lain-lain. Aktivitas ini diambil dari item-item yang selesai di periode sebelum WFH dan setelah WFH, serta keseluruhan item lain yang sedang dikerjakan, baru dibuat, sedang dilakukan perubahan, dan lain-lain. Dari sisi scrum board ini, bisa dilihat bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh product team secara kuantitas meningkat (efektif), banyaknya item yang selesai di masa WFH lebih banyak jika dibandingkan dengan periode sebelum WFH.

Produktivitas berdasarkan aktivitas di Scrum Board AzureDevOps

Terdapat faktor-faktor penentu yang tidak saya masukan ke dalam perbandingan ini, misalnya:

  1. Jumlah dev team. Kami memiliki 2 dev full-time dan 1 dev part-time. Ada kondisi dimana dev tidak hadir (sakit, izin, dll).
  2. Jumlah commit dan changes file seharusnya dilihat juga seberapa banyak perubahan yang dilakukan. Jika hanya 1 baris kode berupa komentar, penggantian nama variabel, perlukah diperhitungkan?
  3. Jumlah meeting, karena ketika meeting maka team tidak sedang melakukan aktivitasnya berdasarkan role-nya masing-masing.

Data-data yang saya ambil saat ini mungkin belum cukup untuk menjawab dengan jelas seberapa efektif bekerja dari rumah. Namun, di kemudian hari ketika saya terpikir hal lain yang bisa diperbandingkan secara objektif akan saya update lagi tulisan ini.

Apakah Anda punya saran lain untuk membandingkannya?

[Ulasan Singkat] Serial Money Heist


Serial asal Spanyol, bercerita tentang pencurian. Tapi, ternyata lebih dari sekedar pencurian. Sampai ulasan ini terbit, ada 4 season yang sudah tayang di Netflix.

Filmnya sangat intens, abis nonton 1 episode susah berhenti untuk lanjut episode berikutnya.

Banyak plot-twist. Konfliknya seru!

Karakter favorit: Professor, Lisbon, Bogotta, Marseille, Denver.

Karakter menyebalkan: Arturo.

Wajib ditonton!

 

[Review] #JuaraGCP Sesason 2 – Belajar Data Analytics dengan Google Cloud


Sekitar pertengahan bulan Maret, saya mencoba mengikuti #JuaraGCP season 2 yang diadakan oleh GoogleDevs Indonesia di platform Qwiklabs. Sebelumnya, saya menemukan ini dari feed di LinkedIn. Baru tau juga bahwa program ini udah season 2.

Di season 2 ini, temanya Belajar Data Analytics dengan Google Cloud. Saya pikir pas banget nih momennya karena saya pribadi lagi giat-giatnya belajar seputar data. Setelah register, lalu dapat free access ke Qwiklabs selama periode waktu tertentu (sampai 13 April 2020) dan kita harus menyelesaikan setidaknya 3 quest. Jika kita dapat menyelesaikan 3 atau lebih quest, reward-nya adalah free access Coursera selama 1 bulan untuk course Google Cloud Specialization. Akhirnya, saya mulai coba pilih-pilih quest, lalu saya kerjakan.

 

Review Singkat Qwiklabs

Belajar di Qwiklabs ini sifatnya hands-on, buat saya sih cocok banget. Jadi, ada beberapa instruksi dan juga penjelasan, lalu kita kerjakan berdasarkan poin-poin yang sudah disediakan. Qwiklabs ini terintegrasi juga dengan Google, sehingga kita bisa langsung mencoba setiap instruksinya di GCP. Begitu kita masuk ke sebuah quest, kita akan disediakan akun Google sementara untuk bisa masuk ke platform Google Cloud dan akan diberikan sejumlah waktu tertentu untuk masuk ke GCP dan menyelesaikan quest-nya. Topiknya sangat praktikal, instruksinya jelas, dan cocok bagi pemula seperti saya.

Hamdalah, saya bisa selesaikan 3 quest dalam 1 minggu, quest yang saya ambil diantaranya tentang Data, AI, dan Machine Learning, BigQuery Basics for Data Analysts, dan Data Engineering. Setelah selesai quest, disarankan untuk share di Twitter dan membuktikan bahwa quest sudah diselesaikan. Tak lama kemudian, notifikasi masuk menyatakan selamat bahwa saya dapat akses Coursera selama 1 bulan gratis dan akan mendapatkan ‘Swags’. Setelah quest selesai, saya langsung daftar course di Coursera, Google Cloud Platform Fundamentals: Core Infrastructure, masih on-going sampai sekarang karena materinya cukup banyak.

 

Rewards (‘Swags’ dan Free 1 month Google Cloud Specialization in Coursera)

Sekitar 1 bulan akhirnya ‘swags’ sampai ke rumah. Thank you Google Devs Indonesia dan Qwiklabs!

 

Kalau masih ada lagi #JuaraGCP season 3 dan materinya cocok, boleh deh coba lagi.

 

Python Data Structure


Lists

  • Mutable
  • Ordered sequence
  • Notation: []. Ex: Animals = [‘Zebra’, ‘Whale’]
  • Accessed by Index. Ex: Animals[0], Animals[-1], Animals[0:1], etc.
  • .extend to concate a list. Ex: Animals.extend([‘Horse’,’Chicken]) => Animals = [‘Zebra’, ‘Whale’,’Horse’,’Zebra’]
  • .append to add one element to list. Ex: Animals.extend([‘Horse’,’Chicken]) => Animals = [‘Zebra’, ‘Whale’,[‘Horse’,’Zebra’]]
  • change one element, Animals[0] = ‘Giraffe’
  • delete one element, del(Animals[0])
  • clone a list, NewAnimals = Animals[:]

Tuples

  • Immutable (can’t modify)
  • Ordered sequence
  • Notation: (). Ex: Grade = (‘A’,’B’,’C’, 1, 2, 3)
  • Accessed by Index. Ex: Grade[0], Grade[-1], Grade[0:2], etc.
  • Can be concated. Ex: Grade = Grade + (‘x’, ‘y’, ‘z’)

Dictionaries

  • Notation: {}
  • Keys: immutable and unique
  • Values: can be immutable, mutable, duplicate
  • delete dict, del(Dict[‘key’])
  • Search key, ‘A’ in Dict, return true or false
  • Dict.keys() return list of keys
  • Dict.values(0 return list of values

Sets

  • Like lists and tuples, but unordered (not record element position)
  • unique elements
  • Notation: {}
  • Lists convert to Sets, set(list)
  • Add element with Sets.Add(element)
  • Remove element with Sets.Remove(element)
  • Search key, ‘search’ in Sets, return true or false
  • Math operator: & (perform join), .union, .issubset

Bercerita di Kelas Inspirasi


Kelas Inspirasi Bandung 3
Kelas Inspirasi Bandung 3 Kelompok 19, 20, 21, 22

Pastinya sudah banyak dari kalian yang mendengar tentang Kelas Inspirasi kan? Ya, Kelas Inspirasi adalah program dari Indonesia Mengajar yang membuka kesempatan bagi para profesional untuk bercerita tentang pengalamannya kepada murid-murid sekolah dasar. Diharapkan dari cerita itulah para murid dapat terinspirasi untuk mencapai cita-cta mereka.

Tahun 2015, merupakan kali ketiga Kelas Inspirasi diadakan di Bandung. Sebetulnya sudah dari tahun sebelumnya saya ingin mengikuti Kelas Inspirasi tapi kesempatan baru muncul 2015 ini, insya Allah tahun depan akan coba mendaftar lagi di KI Bandung 4. Saya pribadi mendaftar sebagai Software Engineer, tetapi saya perkenalkan diri kepada anak-anak sebagai “Ahli Komputer” karena istilah tersebut lebih akrab di telinga sepertinya 😀

Kelas Inspirasi Bandung 3 ini diikuti oleh sekitar 750-an relawan (inspirator, fotografer, dan videografer) terbagi sekitar 70-an SD di kawasan Bandung. Kelompok saya, kelompok 20, bertugas di SDN Cicadas 8 dengan formasi 6 inspirator: Evi Sylvia Soetomo (IRT, dulu Dosen Psikologi), Maria Helena (Project Energy Executive), Riestya Dwi Permata (Apoteker), Reza Asriandi Ekaputra (Transport Engineer), Rendy (Software Engineer); 2 Fotografer: Iyan Guanawan, Tuti Alawiyah; Videografer: Dicky Cahyadi. Oh iya, SDN Cicadas 8 berada di kawasan Awi Gombong yang mana di Awi Gombong itu ada 3 SD lain yang juga mengikuti Kelas Inspirasi. Jadi, kami gabung 4 kelompok untuk dalam satu lingkungan SD. SERU pastinya!

Briefing dilakukan pada Minggu, 8 Februari di Aula Gedung Sate. Disana dilakukan serangkaian kegiatan dari mulai pembagian kelompok, tips dan trik untuk bercerita di kelas, cerita pengalaman dari relawan KI sebelumnya, dan yang pasti foto-foto!

Briefing Kelas Inspirasi Bandung 3
Briefing Kelas Inspirasi Bandung 3

18 Februari 2015 Hari Inspirasi dimulai. Kegiatan Inspirasi dimulai pukul 08.00 dan saya dijadwalkan mengajar di kelas 3, 4, 5, dan 6.

Mengajar di Kelas 3 dan 4…

Adalah kelas yang aktif sekali, mudah untuk menenangkan murid tapi mudah pula ribut kembali. Saya awali kelas dengan memberi salam, perkenalan diri, lalu memberikan tepuk SEMANGAT agar mereka lebih antusias menyimak. Waktu yang diberikan tiap kelas hanya 45 menit, saya lebih banyak mengajak murid untuk berinteraksi dengan komputer, seperti menonton video dan menggambar bersama di komputer. Sisanya bercerita dan bermain games sederhana di dalam kelas.

Kelas Inspirasi Bandung 3

Mengajar di Kelas 5 dan 6…

Adalah kelas yang lebih tertib dan teratur, juga banyak berceloteh. Di kelas ini, hampir keseluruhan dari mereka sudah mengenal komputer dan kebanyakannya adalah bermain game online. Seperti kelas 3 dan 4, di sini saya bercerita mengenai kegiatan keseharian saya dan memberikan simulasi sederhana tentang algoritma, eits jangan bayangkan algoritma ini seperti yang diajarkan di perkuliahan. Sebagai penutup, kami bermain “Rantai Cita-Cita” dan memberikan nilai-nilai positif apa saja sebagai bekal mereka untuk menggapai cita-cita mereka.

Bermain "Rantai Cita-Cita"
Bermain “Rantai Cita-Cita”

Kegiatan Inspirasi selesai pukul 11.30. Setelah itu,  anak-anak berkumpul di lapangan untuk acara penutupan. Mereka membawa bendera berisikan cita-cita mereka, lalu para relawan beserta guru di kompleks Awi Gombong menerbangkan balon dan 4 pasang merpati sebagai simbol harapan yang tinggi dan keinginan kuat untuk mencapai cita-cita tersebut.

Anak-anak membawa Bendera Cita-Cita
Anak-anak membawa Bendera Cita-Cita

Saya sarankan bagi Anda para profesional untuk mencoba berbagi dengan murid-murid sekolah dasar baik itu melalui Kelas Inspirasi ataupun wadah lainnya. Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang bermanfaat. 🙂

 

Kelas Inspirasi….

Membangun Mimpi Anak Indonesia!